Baru-baru ini saya menjumpai seseorang yang saya pikir gengsinya sangat tinggi. Orang semacam itu dengan mudahnya merasa tersinggung. Ada satu peristiwa yang menjelaskannya dengan baik.
KISAHKU
Malam itu saya dan papa sedang duduk di toko, ada seorang pembeli yang nongkrong di depan toko dan tiba-tiba mengangkat aqua gelas yang dipajang di depan toko. Karna papa sedang makan, lantas saya bangun dan menghampiri dia di depan. Bermaksud melayani dia. Bagi saya, sudah selayaknya bagi saya untuk menghampiri orang yang mengambil barang saya, mereka dinamakan pembeli. Namun ternyata tindakan saya ditafsirkan lain olehnya. Dia marah-marah sewot karna dia pikir saya menuduhnya maling. Bagi saya, tindakan saya adalah wajar ketika ada yang membeli maka saya melihat dan menghampiri. Bagi dia, tindakan saya merupakan penghinaan dan tindakan saya didasari oleh pikiran saya atas ketidakmampuan dia.
RESPON SAYA
Malam itu saya akui saya meresponi sudut pandang dia secara berlebihan. Karna dia ngedumel hal yang sama sekali tidak benar, lantas saya menghampiri dia untuk kedua kalinya dan bertanya apa masalah dia. Dia lantas kembali mengutarakan pandangannya secara panjang dan lebar. Saya tipe orang yang terus terang dan cenderung memiliki sudut pandang saya sendiri. Jika saya tidak bermaksud menyinggung dia, itulah saya dan apa yang saya coba jelaskan pada dia yang benar-benar tidak mau mengerti malam itu. Malam itu berakhir dengan tidak enak, dia masih marah-marah dan saya juga tidak mau menerima pikirannya yang buruk.
Perenungan
Di malam itu sebelum tidur, saya merenungkan peristiwa yang baru saja terjadi. Lantas saya menarik kesimpulan bahwa gengsi kita seringkali berhubungan dengan harga diri dan harga diri berhubungan erat dengan cara kita memandang diri kita sendiri serta cara kita memandang orang lain. Kita bisa berpikir orang tersebut a/b/c/d, padahal dalam kenyataannya orang tersebut tidak seperti itu. Kenapa bisa? Karna seringkali kita melihat dari kacamata yang kita kenakan. Mungkin orang tersebut memiliki ketidakpercayaan diri. Dia berpikir uang bisa membeli segalanya dan harga diri dia tergantung berapa jumlah uang yang ia miliki. Mungkin juga bukan karna harga dirinya melainkan karna dia sedang mengalami masalah yang dia tidak dapat selesaikan dengan uang.
ADVICE
Saya pribadi menyadari tidak semestinya saya menghampiri dia hanya karna ego saya disinggung. Semestinya perenungan tersebut saya lakukan sebelum saya bertindak lebih jauh. Namun, tidak pernah ada yang terlambat. Peristiwa malam itu menjadi sebuah peringatan bagi saya untuk memperbaharui pikiran saya yang masih bisa salah. Tidak semua hal dapat dijelaskan melalui kata-kata, dan tidak semua hal perlu kita jelaskan. Kesalahan saya adalah seringkali saya terdorong untuk membenarkan hal-hal yang jelas salah, namun sayangnya saya harus lebih bijaksana menempatkan maksud baik saya pada waktu dan orang yang tepat. Melalui perbincangan saya dengan adik saya, saya mendapatkan banyak pembaharuan.
SeLf Image
Label:
life lesson,
Social LiFe
- 01 September 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar