Aku dan rasaku . . .
Hari ini adalah salah satu hari tersedih dalam hidup saya dan semua berhubungan dengan papa. Ada seribu alasan bagiku untuk mengasihani diri saya sendiri. Semua yang saya lakukan adalah untuk keluarga, saya bahkan rela berkorban apa saja demi mereka. Namun, sebaliknya yang hampir-hampir selalu saya rasakan dari keluarga saya terhadap saya dimasa-masa kelam saya. Tidak adakah yang ingin mengerti dan memaklumi?
Papa, ku hanya manusia biasa
Terbiasakah aku memaklumi dan cepat melupakan luka yang diukirkan orang lain di hatiku namun sudah menjadi suatu kebiasaankah untuk mereka tetap menyakitiku dengan sikap mereka? Semua yang aku lakukan selalu salah dimata papa. Selalu ada alasan bagi papa untuk mengomentari dengan negative semua lakuku yang jelas tidak sempurna karna aku hanya tulang balut kulit, makan nasi dan kadang dikendalikan emosi, seperti manusia biasa. Lantas di dunia yang belakangan kusadari begitu keras dan kejam menghadapiku, seakan aku yang menjadi diriku apa adanya tidak diterima. Papa yang baik dimata orang-orang, termasuk teman-teman dekatku. Papa tidak jahat, hanya saja dia bukan sosok papa yang diidam-idamkan. Tentu aku bersyukur karna aku selalu membandingkannya dengan yang lebih buruk. Paling tidak aku masih ingat untuk terus beryukur dan menyangkal diriku sendiri.
Don't judge me if you don't know me!
Jelas harga diri saya sudah entah melayang kemana. Setiap apa yang sudah saya perjuangkan tidak ingin kuhitung kembali . Namun kini saya rasakan hati lemah tidak berdaya menghadapi cacian dan makian serta cercaan yang datang bertubi-tubi dari mulut mereka yang tidak benar-benar mengenal siapa saya, sekalipun mereka disebut keluarga.
I Wish for
Beribupun salah mereka, saya coba memaklumi karena saya sadar betul keluarga adalah tempat berlindung paling aman. Sekalipun keluarga adalah tempat yang paling tidak sempurna karena disana terkuak semua kelemahan, namun bisakah keluarga menjadi tempat dimana saya dibentuk menjadi semakin sempurna dan dewasa dari hari ke hari? Saya harapkan keluarga bisa menerima diri saya apa adanya serta menyediakan lingkungan yang kondusif tempat saya belajar. Sesuatu yang tidak saya dapatkan dari dulu.
Self Defense
Batin saya meronta dan jiwa ingin berontak. Saya sungguh tidak tahan lagi. Namun, setiap hari saya mencoba melihat sisi lain dari kehidupan yang merupakan misteri yang ilahi. Kita tidak pernah dapat menebak apa yang dapat terjadi. Hanya saja, benih ilahi yang patut ditabur setiap hari. Tidak bisa saya terus menuntut orang lain sekalipun mereka adalah orang tua sendiri, orang yang saya pikir paling berkewajiban memenuhi kebutuhan saya, terutama secara mental. Saya tepis pikiran tersebut, saya hanya bisa mengandalkan self defense saya yang selama ini cukup tinggi. Namun harus saya akui, saya butuh tempat bersandar. Kadangkala saya dapat menjadi terlalu lelah. Apa ini semua hanya permainan pikiran belaka?
To be honest, this is my problem so far
Saya selalu bermain dengan logika. Saya ingin solusi dari apa yang kuanggap sebagai permasalahan. Tanpa disadari keinginan tersebut menjadi akar dari sikap-sikap saya yang belakangan menjadi emosional. Saya terlalu takut dan merasa tidak aman sehingga emosiku menjadi tameng dari smua ketakutan saya. Saya merasa tidak aman di keluarga yang penuh dengan intimidasi. Kurangnya dukungan dari kedua orang tua serta lingkungan yang mereka ciptakan di tengah keluarga membentuk saya menjadi pribadi yang takut terhadap ketidakpastian hari esok.
GOD always GOOD
Selama ini Tuhan sangat baik, selalu ada cara bagi Dia untuk menyelamatkan saya keluar dari berbagai situasi yang saya tidak inginkan. Termasuk kali ini, saya harus mempercayai Dia terlebih lagi. Rasanya takut sekali menghadapi hari esok. Mood papa yang tidak pasti, perkataan papa yang seringkali menyakitiku, 1001 alasan bagiku untuk membela diri dan mengasihani diri. Tapi saya tau semua itu tidak akan pernah menyelamatkan saya. Hanya kasih dan pengharapan Tuhanlah yang menjadi tempat yang aman bagi saya untuk berlindung. Kini saya percaya saya tidak takut lagi, masa depan saya terjamin dan indah, saya memiliki kehidupan yang luar biasa, lapangan tempat Tuhan membentuk saya sedemikian rupa sehingga saya siap menghadapi perkara-perkara yang lebih besar. Suatu hari saya akan mampu menjadi saksi dari setiap pengalaman-pengalaman orang lain yang sebelumnya sudah pernah saya lalui bersama dengan Tuhan.
Saya harus belajar menaruh gengsi saya di chart terakhir dari prioritas kehidupan saya. Tidak menjadi soal hinaan dan cercaan yang saya terima dari sesama saya, mereka yang memposisikan diri mereka di atas orang lain sehingga mereka merasa sah-sah saja menginjak-injak orang lain. Baik, saya putuskan saya akan menjadi orang yang jauh lebih baik. Untuk dunia yang lebih baik!
Say to Me
Saya kuat dan saya pasti bisa. Meski saya kurang suka jika saya selalu harus kuat dan menanggung semua hal yang rasanya ingin saya bagi tapi entah pada siapa dan kemana. Kembali lagi ke soal mengasihani diri. Saya putuskan saya harus mengambil tanggung jawab terhadap hal-hal yang memang masih bisa saya pikul, jika patut bandingkan dengan apa yang telah juru slamat saya lakukan bagi saya dan seluruh dunia.
Pelangi Setelah Hujan
Thanks God buat adik saya, Julyssa yang telah membukakan pikiran saya dan bersyukur juga untuk kesempatan hari ini. Lewat peristiwa yang terjadi, saya dapat lebih mengenal apa yang ada di pemikiran adik saya dan bukan apa yang selama ini saya pikirkan mengenai dia dengan pikiran saya yang terbatas.
[Febryna Halim]
Kisah Sedih Saya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar