My Story about finding God's will

Two are better than one, because they have a good [more satisfying] reward for their labor; For if they fall, the one will lift up his fellow. But woe to him who is alone when he falls and has not another to lift him up!

Hari-hari ini saya sedang dimuridkan di kelas yang dinamakan COL dan saya sangat diberkati. Berikut beberapa hal yang saya rindu untuk bagikan, semoga dapat menjadi berkat.

Tiga minggu lalu saya belajar dari Kisah Para Rasul mengenai topik God created us for relationship. Saya menjadi sadar betul bahwa komunitas adalah tempat yang penting agar saya dapat bertumbuh ke arah yang Tuhan inginkan dalam kehidupan saya. Sebelumnya, saya adalah orang yang sudah terlalu lama menjalani rutinitas saya dan hidup dalam kesendirian tanpa lingkungan teman-teman rohani. Saya merasa saya tidak memerlukan orang lain untuk dapat bertumbuh karena di gereja lama sayapun saya bertumbuh karna saya melakukan disiplin pribadi, bukan karena komunitas. Namun pada akhirnya, saya sampai pada titik dimana saya menyadari saya membutuhkan orang lain, terutama teman-teman seiman karena firman Tuhanpun berkata bahwa "Berdua lebih baik dari seorang diri sehingga ketika yang satu terjatuh, yang lain dapat menolong." Berbagai pikiran seperti saya harus beradaptasi dengan lingkungan dan orang-orang baru, pikiran bahwa kehidupan nyaman saya akan terusik membuat langkah saya menuju DATE BOOTH tertahan selama berbulan-bulan sebelum akhirnya saya mendaftar.

Ketetapan langkah belum saya dapatkan meski saya sudah datang ke DATE. Berulang kali saya terjebak untuk malas datang karena saya masih malas keluar dari zona nyaman seperti yang saya sudah katakan di atas. Saya nyaman menjalani rutinitas saya tanpa harus melibatkan diri di komunitas baru saya. Apalagi saya bukan orang yang cenderung cepat meleburkan diri dalam suatu lingkungan yang sama sekali baru. Namun karena dorongan yang kuat untuk bertumbuh, serta dukungan dari pasangan saya yang juga bergabung dalam DATE yang sama membuat saya belajar mendewasakan diri saya dan masuk ke dalam proses. Kini, sudah lebih dari 6 bulan sejak saya bergabung dalam DATE; melalui kelas COL saya pun menjadi menyadari apa yang firman Tuhan katakan mengenai "Berdua lebih baik daripada seorang diri."

Jenis teman seperti apa yang duduk bersama-sama dengan anda? Apakah teman yang mendorong anda untuk naik lebih tinggi atau malahan teman-teman yang menarik anda untuk jatuh lebih dalam? Pertanyaan ini penting untuk dijawab.

Yang membedakan komunitas gereja dengan komunitas di luar adalah kepenuhan yang kita alami jika kita melibatkan diri di dalamnya. Komunitas gereja mendorong kita ke arah yang Tuhan inginkan bagi kita.

Hal yang baru juga saya dapatkan di sesi Strength Finder dimana saya belajar bahwa setiap orang didesign unik, saya diberikan kekuatan yang berbeda dari orang lain sehingga saya dapat menyelesaikan tujuan khusus yang Tuhan taruh di dalam hati saya yang tentunya berbeda dengan apa yang Tuhan taruh di dalam hati orang lain. Seringkali saya tidak main di area kekuatan saya melainkan berfokus pada apa yang menjadi kelebihan orang lain sehingga saya melihat apa yang saya tidak bisa dibandingkan dengan apa yang saya bisa. Satu kalimat yang menantang saya di malam tersebut "Jika kita kuliah di jurusan yang sama, lulus pada waktu yang sama, apa yang membedakan kita dengan sarjana lainnya?" Kalimat tersebut menantang saya untuk menemukan apa yang menjadi keunikan saya sendiri dan fokus pada apa yang menjadi kelebihan saya. Mungkin banyak hal yang saya tidak bisa dan orang lain bisa, namun bukan itu cara yang Tuhan inginkan bagi saya dalam memandang diri saya sendiri.

Saya lahir dengan latar belakang keluarga non kristen. Saya anak pertama dari 4 bersaudara, karena saya anak pertama; saya dituntut untuk menjadi teladan bagi adik-adik saya. Saya merasa tidak mendapatkan arahan dari keluarga, yang ada saya malah merasa dituntut ini dan itu. Sayapun berkembang dengan pola pikir saya tidak memiliki kelebihan apa-apa. Dari kecil, adik-adik saya sering mendapatkan piala, entah dari menyanyi, menari maupun berbagai perlombaan lainnya. Berbeda dengan saya yang tidak pernah membawa piala apapun pulang ke rumah. Hal tersebut membuat saya tumbuh dengan pola pikir bahwa saya adalah manusia yang lahir tanpa bakat. Hal tersebut yang membuat saya beranjak dewasa tanpa tau jelas apa yang saya ingin lakukan dalam kehidupan saya.

Suatu hari Tuhan meletakkan mimpi dalam hati saya, saya rindu melihat perubahan terjadi di bangsa ini. Saya tidak mau orang-orang di bangsa ini hidup dalam kemiskinan dan menjadi bangsa pengemis. Saya mau orang melihat bahwa Tuhan bisa memakai kehidupan orang-orang di bangsa ini untuk menjadi berkat, bukan sekedar menjadi bangsa penerima. Sungguh mimpi yang TERLALU BESAR bagi saya. Saya mulai memaparkan pada Tuhan mengenai apa yang percaya sebagai FAKTA mengenai diri saya. Tuhan tidak menjawab pernyataan saya dalam satu malam. Seiring berjalannya waktu, saya hanya mengesampingkan mimpi saya dan meletakkannya di sudut hati yang paling dalam and keep thinking IT'S TOTALLY GRAZY and IMPOSSIBLE. Tapi saya selalu percaya bahwa Tuhan selalu punya cara untuk membawa saya kembali.

Pada satu kebaktian di JPCC yang sedang berbicara mengenai mimpi, saya ingat betul Tuhan kembali meneguhkan saya mengenai mimpi yang saya simpan rapat-rapat. Tuhan meyakinkan saya pada saat itu. Bukan hanya itu, lewat kelas-kelas pemuridan dan waktu pribadi saya membaca firman; saya belajar untuk mengenal lebih dalam lagi mengenai apa yang Tuhan katakan bagi hidup saya pribadi dan bagaimana saya dapat menggenapi apa yang menjadi rencana Tuhan bagi kehidupan saya.

Saya menyadari akhir-akhir ini, Tuhan memiliki banyak tangan untuk mengajar saya untuk mengerti arah yang Tuhan inginkan bagi hidup saya. Lewat komunitas positif bernama gereja dan DATE, saya didorong untuk bertumbuh ke arah yang Tuhan inginkan bagi saya. Saya harus membayar harga, diajar bukan hanya menjadi pendengar setia namun juga rela membayar harga untuk melakukan firman Tuhan yang seringkali bertolak belakang dengan respon alamiah saya sebagai manusia biasa. Tapi saya sangat puas menempuh perjalanan luar biasa bersama dengan Tuhan dan komunitas.

0 komentar: