Passion Seseorang

Kemarin saya bertemu dengan langganan mama, beliau adalah seorang wanita, pengacara sekaligus ibu gembala. Beliau masih melanjutkan studi di bidang teologia. Melihat wajah beliau yang terlihat jelas sangat lelah, saya memberanikan diri untuk bertanya

"Ibu pasti capek banget yah?"
Beliau menjawab "Iya. Tidur sehari cuma 4 jam."
Sayapun bertanya lagi "Ibu kalo kecapean gini kalo ketemu klien gimana? Ngak enak donk?"
Saya sendiri kalo udah ngantuk atau merasa lelah, aduh rasanya otak ini memerintahkan tubuh ini untuk istirahat di tempat.
Dia menjawab saya dengan sebaris kalimat biasa "Oh enggak donk deeeeeee, udah bertahun-tahun kerja jadi pengacara. Saya suka sekali. Kalo udah nanganin kasus semangat lagi."

Sekilas saya melihat binar-binar di matanya, menghapus bayang-bayang wajahnya yang kusut beberapa menit yang lalu.

Saya mendapat pelajaran dari ibu tersebut mengenai passion. Setiap orang memiliki passion, sesuatu yang membuatnya bergairah dan rela melakukannya meski tanpa dibayar. Seseorang pernah menafsirkannya dengan baik mengenai passion, saya mengingatnya kurang lebih sebagai sesuatu yang anda cintai dan pasti akan anda kerjakan jika anda tidak memikirkan masalah uang. Alias andai uang bukan menjadi masalah anda, anda pasti akan mengerjakan hal tersebut.

Dengan bahasa yang lebih ringan, maksudnya kalau kita kerja biasanya kan supaya dapat uang untuk hidup karna kita hidup di dunia yang kebutuhannya dibayar pake cash. Nah, kalo andai uang sudah tidak menjadi masalah buat kita, apa yang sekarang kita kerjain akan tetap kita kerjain atau malah kita kerjain hal lain yang sebenarnya kita suka?

Kalau anda berbaik hati bertanya "Kalo kamu gimana?" Saya akan terus terang kalau saya yakin saya belum mengerjakan passion saya, saya tidak dapat melakukan apa yang saya ingin lakukan. Intinya, ngak bisa berekspresi. Memperhatikan kesehatan mama menjadi fokus saya saat ini sehingga saya memutuskan untuk mengambil tanggung jawab yang tadinya mama kerjakan ketika mama belum divonis menderita kanker. Sekarang saya percaya mama sehat, tapi tentunya mama sudah tidak boleh beraktivitas selayaknya orang biasa.

Ketika melihat ibu itu kemarin, saya ingin sekali menjadi seperti beliau. Ibu itu dapat mengerjakan passionnya dan merasa puas dalam kehidupan karna mengerjakan apa yang dicintai dengan maksimal. Dengan keadaan toko Papa Mama yang buka dari jam 7 pagi sampai jam 9 malam membuat saya kehilangan stamina serta waktu saya untuk mengembangkan diri saya. Sudah 1 tahun terakhir, laptop menjadi teman saya yang setia. Sayapun kehilangan interaksi sosial dengan mereka yang disebut teman,bersyukur teman adalah mereka yang tidak selalu kelihatan tapi kita tahu bahwa mereka selalu ada. Hmm, saya juga ngak bisa seenaknya mendapat jatah malam minggu. Bisa dihitung dengan jari. Saya paling suka hari Minggu. Seminggu sekali pergi ke tempat ibadah merupakan refreshing yang menyegarkan jasmani rohani saya. Untuk keluar rumahpun saya harus memastikan ada orang lain yang menggantikan tanggung jawab saya di rumah untuk beberapa jam saja. Itupun harus menyesuaikan dengan mood orang lain.

Situasi ini membuat saya hampir-hampir sulit melihat masa depan seperti apa yang akan saya miliki. Namun, saya tetap menaruh iman percaya saya kepada Tuhan. Tuhan tidak pernah menaruh mimpi dalam hati kita untuk sekedar menjadi mimpi belaka. Seorang bijak juga menyarankan jika kita tidak dapat melakukan hal yang kita cintai, maka kita diajar untuk mencintai apa yang kita lakukan.


Saya disini masih menunggu waktunya, karna saya percaya untuk segala sesuatu ada waktunya =)Saya percaya bahwa ada kenikmatan pada setiap musim kehidupan

2 komentar:



Rene Suhardono mengatakan...

Beautiful article indeed.

Your passion is not what you're good at. It's what you enjoy the most.

This is the truest form of talent from God. Each of us have it in ourselves. Think less - do more.

Cheers,
Rene

Febryna Halim mengatakan...

Super Thanks!